Di Madinah, ada dua suku besar yang terkenal, yang pada perjalanannya kedua suku ini dikenal sebagai shahabat Ansor. Keduanya adalah suku Aus dan Khazraj. Selain itu, di kota yang kala itu masih bernama Yatsrib, juga ada suku-suku Yahudi. Mereka adalah Bani Qainuqa, Bani Nadzir, dan Bani Quraidhah.
Pada mulanya, orang Yahudi Madinah dominan dalam hal ekonomi. Mereka menguasai tanah-tanah terbaik Madinah dan oase-oase Taima’, Fadak, dan Wadil-Qura. Hingga akhirnya eksistensi mereka di saingi oleh Suku Aus dan suku Khazraj.
Melihat kondisi tidak menguntungkan ini, orang Yahudi Madinah menerapkan “Politik Pecah Belah”. Mereka mengadu domba suku Aus dan Khazraj yang sebenarnya masih lahir dari rumpun yang sama.
Untuk memuluskan rencananya, Bani Nadzir dan Bani Qainuqa pura-pura pro Aus, dan selalu memprovokasi agar melawan Khazraj. Begitu pun dengan Bani Quraidzah, mereka memainkan peran sebagai orang yang pro Khazraj dan selalu memprovokasi agar menyerang Aus.
Tipu daya Yahudi bersambut, mereka sukses besar mengadu domba suku Aus dan Khazraj. Puncaknya, suku Aus dan Khazraj terperangkap dalam lingkaran perang Bu’ats selama lima tahun. Namun tak ada satupun dari mereka yang dinyatakan menang, melainkan kerusakan dan kehancuran belaka.
Hingga akhirnya, Rasullullah datang hijrah ke Madinah. Fanatisme (Ta’asshub) kesukuan dibuang jauh dari mereka. Sebagai gantinya, ada ukhuwwah Islamiyyah (Persaudaraan Ala Ajaran Islam) yang menyatukan suku Aus dan Khazraj. Bersatu di bawah panji Islam. Apapun sukunya. Apapun “ormas”nya, andai kala itu ada.
Namun, bagaimanapun juga, fanatisme ini tidak seluruhnya hilang. Suku Aus dan Khazraj masih mudah terpancing emosi ketika dipantik dengan isu isu sensitif.
Suatu ketika, mereka sedang duduk dalam satu majelis. Tiba-tiba seorang lelaki Khazraj membacakan beberapa bait syair yang menyebabkan kemarahan orang-orang Aus. Begitu pula seorang lelaki Aus membacakan beberapa bait syair yang menimbulkan kemarahan orang-orang Khazraj. Keadaan itu berkepanjangan hingga terjadi kegaduhan dan pertengkaran. Mereka menghunus pedang masing-masing untuk berperang.
Mengetahui hal itu, Rasulullah Saw. datang mengingatkan dengan membacakan salah satu ayat al-Quran (artinya):
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan. Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran: 103). Setelah Rasulullah selesai membacakan ayat itu, mereka membuang senjata masing-masing, lalu berpelukan satu sama lain sambil menangis.
Begitulah sejarah suku Aus dan Khazraj, yang kemudian dua suku ini dikenal dengan shahabat Ansor.
Nama Ansor ini pula yang kemudian dijadikan nama salah satu sayap juang NU. Ansor, Begitupun sejarah menjadi obyek “Politik Pecah Belah” non-Muslim atau non Aswaja Annahdhiyyah yang tidak ingin umat Islam dan NU bersatu. Karena persatuan umat islam adalah potensi yang luar biasa dahsyat barakahnya.
Semoga “Ormas” Aus dan khazraj ini bisa mengingatkan kita kembali sekaligus menjadi renungan dan inspirasi bersama bagi NU dan ummat Islam Indonesia.